Semakin merosotnya nilai tukar rupiah beberapa hari terakhir dianggap bukan menjadi hal yang paling ditakuti.
Ketua Badan Sertifikasi Manajemen Risiko Indonesia Gandung Troy mengatakan, inflasi yang bulan lalu meningkatlah yang harusnya dikhawatirkan dan menjadi risiko ekonomi tersbesar di Indonesia.
“Nilai tukar itu berhubungan dengan produk luar, semisal pakaian bermerek,” ujarnya dalam sebuah seminar ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (18/12).
Dia menambahkan, inflasi yang tidak stabil akan memengaruhi daya beli masyarakat. Sementara saat ini, naiknya harga bahan bakar minyak dan BI Rate, juga akan berdampak pada kenaikan angka inflasi.
Menurutnya, kenaikan angka inflasi yang terus menerus akan membuat proses jual beli masyarakat di Indonesia semakin berkurang, dan pastinya berdampak buruk ke depannya. Untuk mengatasi hal tesebut, Gandung menyarankan agar pemerintah perlu memperkuat permintaan domestik sebagai kompensasi dari meningkatnya harga BBM.
Selain itu, Gandung menyebutkan bahwa risiko ekonomi Indonesia tahun 2015 terdapat pada trend pertumbuhan ekonomi yang menurun sejak 2011, inflasi yang relatif tinggi dan tidak stabil, BIRate naik, serta defisit neraca transaksi berjalan yang menyebabkan nilai tukar tidak stabil.
“Dari empat hal tersebut yang paling dikhawatirkan adalah BI Rate dan inflasi,” katanya.
moneter.co
----------------------------------------------------
Simak juga topik populer 2015:
1) Tren Ekspor Produk Makanan dan Minuman Indonesia Makin Positif
2) 2015: Investasi Sektor Makanan Diprediksi Tumbuh 25%
3) 2015: Prediksi Pertumbuhan Industri Minuman Capai 12%
4) Investasi Sektor Makanan Topang Pertumbuhan Industri di 2015
5) Tren Bisnis Makanan dan Minuman 2015
----------------------------------------------------
21 December 2014
Economy
BI: Risiko Ekonomi Terbesar Indonesia Cuma Inflasi
Ketua Badan Sertifikasi Manajemen Risiko Indonesia Gandung Troy mengatakan, inflasi yang bulan lalu meningkatlah yang harusnya dikhawatirkan dan menjadi risiko ekonomi tersbesar di Indonesia. “Nilai tukar itu berhubungan dengan produk luar, semisal pakaian bermerek,” ujarnya dalam sebuah seminar ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (18/12).


