22 January 2015

2015: Investasi Sektor Makanan Diprediksi Tumbuh 25%

Investasi industri makanan dan minuman diproyeksikan mencapai US$ 5 miliar pada 2015 atau tumbuh 25% dibandingkan 2014. Selain permintaan domestik yang terus tumbuh, momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga menjadi alasan kuat sebagai pendorong pertumbuhan investasi di sektor ini.

Investasi industri makanan dan minuman diproyeksikan mencapai US$ 5 miliar pada 2015 atau tumbuh 25% dibandingkan 2014. Selain permintaan domestik yang terus tumbuh, momentum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga menjadi alasan kuat sebagai pendorong pertumbuhan investasi di sektor ini.

Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), mengatakan investasi industri makanan dan minuman pada 2014 diestimasi mencapai US$ 4 miliar. "Sedangkan untuk 2015 dari beberapa sumber data sekitar US$ 5 miliar," tuturnya.


Investasi ini juga diyakini dapat mendorong pertumbuhan industri makanan-minuman sebesar 8% pada 2015. Pertumbuhan industri makanan-minuman hingga akhir 2014 mencapai 7% dengan total penjualan sebesar Rp 1.000 triliun.

Seiring dengan pertambahan populasi serta pertumbuhan masyarakat kelas menengah, industri ini diyakini tidak akan pernah surut. Terbukti dengan tumbuhnya investasi setiap tahunnya. Kondisi tersebut semakin diperkuat dengan adanya MEA pada 2015. Saat itu pasar negara-negara di ASEAN akan menjadi satu pasar besar.

"Jadi sebenarnya dengan adanya MEA, bukan hanya integrasi pasar, tapi juga investment integrated. Artinya investasi pada suatu negara di ASEAN, maka bisa menjangkau negara ASEAN yang lain," jelas Rachmat.


Indonesia juga dianggap sebagai negara yang memiliki sumber daya yang cukup menjanjikan, seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan potensi pasar. Pertimbangan tersebut menjadi poin penting untuk perusahaan-perusahaan multinasional yang berinvestasi di sini.

"Salah satu strategi investasi multinational company adalah mendekat ke sumber. Bisa bahan baku, tenaga kerja, atau bisa juga letak geografis yang strategis untuk membidik pasar lain di kawasan Asia," tambahnya.

Dari target investasi pada 2015, Rachmat mengatakan, penanaman modal asing (PMA) masih akan mendominasi sebesar 60%, dibandingkan dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar 40%. "Porsi PMA dan PMDN mungkin akan 60%:40%," ungkapnya.

Dia juga menjelaskan investasi asing yang masuk dalam sektor ini biasanya perusahaan multinasional. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya memiliki akses permodalan yang lebih mudah. Ini yang menjadi alasan mengapa dominasi asing masih sangat kental di sini.

"Perusahaan multinasional financial support-nya luar biasa, mereka didukung financial institution yang besar-besar. Sedangkan untuk di dalam negeri, biaya modalnya sangat tinggi, kita dapat lihat suku bunga tinggi," tegas Rachmat.

Dorong PMDN
Pemerintah menargetkan rasio investasi pada lima tahun mendatang akan mencapai 50%:50% antara porsi modal asing dengan dalam negeri. Suryo B Sulisto, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), berkomentar target tersebut mungkin saja dapat dicapai namun dengan ketentuan harus komitmen untuk menciptakan kondisi lingkungan usaha yang kondusif di dalam negeri. "Jika itu cita-citanya, maka harus ciptakan lingkungan usaha yang baik," tuturnya kepada IFT.

Suryo menjelaskan untuk mewujudkan pencapaian tersebut saat ini dibutuhkan kebijakan yang dapat menjadi instrumen pendorong seperti pajak yang rendah, kebijakan fiskal, bahkan sampai percepatan perizinan. Dengan begitu tidak menutup kemungkinan nantinya investasi dalam negeri dapat bertumbuh lebih pesat.

Pada dasarnya negara ini memiliki potensi bisnis yang sangat besar. Ini terbukti betapa semaraknya investasi asing yang datang dan semakin bertumbuh tiap tahun. "Kalau bicara potensi, Indonesia ini sangat berpotensi sekali. Ini mengapa investasi asing aktif masuk," ungkap Suryo. Namun sangat disayangkan bahwa investasi dari dalam negeri sendiri masih belum dapat mengungguli investasi asing.(*)