22 January 2015

Pasar Indonesia Menarik Seiring Pemulihan Ekonomi AS

Saat ekonomi AS melambat, investor global masuk ke bursa emerging market untuk mengamankan dana mereka. Pemulihan ekonomi AS membuka kekhawatiran dana-dana asing akan kembali ke sana dan keluar dari pasar modal negara berkembang, termasuk Indonesia.

Pasar Indonesia Menarik Seiring Pemulihan Ekonomi AS
Pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) direspons positif oleh pelaku pasar Indonesia karena diperkirakan mampu ikut menarik pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meski dibayangi penarikan dana investor asing, pelaku pasar tetap optimistis bursa saham Indonesia masih menjadi tujuan investasi investor global.
 

Barack Obama, Presiden AS, menyatakan perekonomian negara itu telah pulih pada pidatonya dihadapan Kongres Selasa (20/1). Obama mengungkapkan, dengan pemulihan tersebut, AS harus kembali berusaha untuk mengurangi kesenjangan pendatan antarkelas sosial.

Meski tidak menjabarkan kebijakan secara menyeluruh, Obama menggaris-bawahi kebijakan pemerintah untuk dua tahun terakhir masa jabatannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi AS yang lebih baik. Obama juga mempertahankan kebijakan terkait perlindungan imigran, membuka embargo ekonomi terhadap Kuba, dan melakukan perjanjian iklim dengan Tiongkok.

Selain itu, Obama juga menegaskan akan mempertahankan kebijakan jaminan kesehatan yang dikenal dengan nama Obama Care. Obama menyatakan,  perekonomian kelas menengah terbukti mampu bekerja dan perlu untuk memperluas kesempatan bagi kelas menengah.

Menurut Obama, AS tidak boleh memperlambat jalannya bisnis dan perekonomian dengan menutup pemerintahan. “Kita juga tidak boleh membahayakan keluarga-keluarga di AS dengan mengambil asuransi kesehatan dan membatalkan peraturan baru terhadap Wall Street. Kita perlu memperbaiki sistemnya," katanya.


Dalam dua kuartal terakhir, perekonomian AS tumbuh 4,8%, dengan sektor swasta menambah rerata 280 ribu pekerjaan per bulan dalam tiga bulan terakhir. Indeks kepercayaan konsumen AS juga meningkat.
 

Saat ekonomi AS melambat, investor global masuk ke bursa emerging market untuk mengamankan dana mereka. Pemulihan ekonomi AS membuka kekhawatiran dana-dana asing akan kembali ke sana dan keluar dari pasar modal negara berkembang, termasuk Indonesia.

Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perdagangan Rabu (21/1), investor asing mencatat net buy Rp 218,08 miliar, meski secara year to date masih net sell Rp 2,67 triliun. Net buy asing kemarin, merupakan yang pertama kali sejak 9 Januari 2015.


----------------------------------------------------

Simak juga topik populer 2015:

1) Tren Ekspor Produk Makanan dan Minuman Indonesia Makin Positif
2) 2015: Investasi Sektor Makanan Diprediksi Tumbuh 25%
3) 2015: Prediksi Pertumbuhan Industri Minuman Capai 12%
4) Investasi Sektor Makanan Topang Pertumbuhan Industri di 2015

5) Tren Bisnis Makanan dan Minuman 2015

----------------------------------------------------

Rudiyanto, Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management, mengungkapkan pemulihan ekonomi AS sudah terjadi sejak tahun lalu. “Ini ditandai dengan tingkat inflasi yang rendah dan angka pengangguran yang terus turun,” katanya.

Pemulihan ekonomi AS dinilai lebih banyak manfaatnya karena permintaan terhadap barang dan jasa akan meningkat meski perlahan. Selain itu, pemulihan ekonomi AS berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi global.

Namun, Rudiyanto menilai, pidato Obama tidak akan terlalu banyak mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). “IHSG lebih banyak dipengaruhi kebijakan suku bunga dari Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed),” ungkapnya.

Menurut Rudiyanto, dana asing di pasar masih cukup banyak. Alasannya, meski AS menarik stimulus (tapering off) dan menghentikan kebijakan quantitative easing (QE), beberapa negara lain justru melakukan hal sebaliknya. “Seperti Eropa dan Jepang yang tengah melakukan pengetatan ekonomi hingga saat ini,” jelas dia.

Rudiyanto mengatakan pasar modal Indonesia juga masih menjadi tempat yang sangat baik untuk berinvestasi. Salah satunya, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan tertinggi ketiga di dunia, setelah Tiongkok dan India.

Di sisi lain, valuasi pasar juga menjadi pertimbangan berinvestasi. “Secara fundamental kita memang baik, tapi kalau secara valuasi sudah mahal asing akan menunggu momen untuk masuk ke Indonesia,” ungkapnya.

Satrio Utomo, Kepala Riset PT Universal Broker, sepakat pemulihan ekonomi AS akan menarik pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena AS salah satu lokomotif ekonomi dunia. Dia juga sepakat pidato Obama tidak banyak memengaruhi pergerakan IHSG.

“Pemulihan ekonomi AS telah ditunjukan sejak 2014. IHSG sudah sejalan dengan membaiknya indeks di AS juga dan sudah naik cukup baik hingga akhir 2014,” papar dia.

Ke depannya, Satrio optimistis, pasar saham Indonesia masih menjadi salah satu tujuan investasi investor global. Menurutnya, asing pasti memiliki alokasi sendiri untuk investasi di emerging market. “Selama emerging market tidak bermasalah pasti tetap masuk dan Indonesia menjadi salah satu tujuan utama,” tambahnya.

Ekonomi AS
Riset PT Bahana TCW Investment Management, memaparkan kualitas pertumbuhan AS terbilang kokoh, terutama bila mencermati penyaluran kredit perbankan ke sektor komersial dan industri. Fenomena “too much money but too little credit”, mulai membaik setelah The Fed melakukan QE.

Hingga September 2014, kredit perbankan untuk sektor komersial dan industri di AS tumbuh 12,2% dari tahun sebelumnya. Penyaluran sempat melemah pada kuartal II 2013, kala The Fed akan melakukan tapering off.


Riset menunjukkan, paling tidak ada dua tantangan menyertai pemulihan ekonomi AS. Pertama, dampak pengetatan moneter The Fed baik melalui peningkatan suku bunga atau penjualan obligasi (quantitative tightening) terhadap pasar modal dan nilai tukar. Selain itu, risiko rotasi regional menuju negara yang lebih terangkat oleh percepatan pemulihan ekonomi AS.

Hal itu terindikasi berdasarkan arus masuk modal asing, yang pada akhirnya turut menentukan kinerja indeks saham. Riset mengungkapkan, ada percepatan inflows ke negara yang industrinya lebih kuat, seperti India, Taiwan, dan Jepang.

Ada kasus unik, seperti Thailand, yang kinerja pasar modal menggunguli Indonesia meski mengalami outflows setahun terakhir. Ini karena perdagangan Thailand surplus terhadap AS maupun Tiongkok. Sementara Indonesia, walau ditopang rupiah yang kompetitif, defisit perdagangan dengan Tiongkok dua tahun terakhir cenderung memburuk. (*)