EKONOMI_ Pemerintahan Joko Widodo - JK sudah membuat Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2015, yang merupakan susunan anggaran pertama di pemerintahan ini. Tentu ada beberapa perbedaan terutama terkait dengan asumsi-asumsi makroekonomi yang dipakai. Dan untuk itu menarik untuk kita cermati lebih jauh.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, RAPBN-P 2015 merupakan APBN pertama pemerintahan baru, karena APBN 2015 dibuat oleh pemerintahan dan DPR lama. APBN Perubahan 2015 ini penting untuk menyampaikan visi dan misi presiden. Draft RAPBN-P 2015 ini juga sudah disampaikan kepada pimpinan DPR, untuk menunjukkan rasa hormat pemerintah kepada DPR dan niat pemerintah untuk membuat RAPBN-P 2015.
Dari aspek postur anggaran, dibandingkan APBN sebelumnya, RAPBN-P 2015 ini paling kecil risiko fiskalnya. Alasannya, tidak ada lagi risiko subsidi BBM di dalam anggaran tersebut. Karena pemerintah Jokowi-JK menghapus subsidi BBM jenis premium, dan menetapkan subsidi tetap Rp 1.000/liter untuk solar.
Penghapusan subsidi ini penting, karena selama ini gejolak nilai tukar dan harga minyak, serta tingginya konsumsi BBM membuat subsidi seringkali membengkak. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, harus mengutak-atik anggaran agar defisit tidak melebihi 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) sesuai dengan undang-undang.
Selain subsidi, yang menjadi pembeda dalam APBNP 2015 ini adalah besarnya peningkatan target penerimaan pajak. Target penerimaan pajak naik sekitar 40%, dari sekitar Rp897 triliun pencapaian di 2014 tanpa penerimaan non migas, menjadi Rp1.250 triliun dalam RAPBN-P 2015. Jadi ada peningkatan sekitar Rp350 triliun lebih.
Dalam sejarah, tidak pernah penrimaan pajak ditargetkan naik 40%. Paling tinggi hanya 20% peningkatan dalam tiap tahunnya. Karena itu pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN-P 2015 diasumsikan tumbuh 5,8%. Presiden Jokowi ingin semua elemen bekerja keras untuk mencapai pertumbuhan tinggi. Jadi targetnya bukan realistis atau tidak. Jadi berpikirnya adalah bagaimana target berat tersebut harus dicapai. Maka, pertumbuhan ekonomi diasumsikan 5,8% dengan laju , inflasi 5%
Kemudian, perbedaan yang lainnya, untuk pertama kali juga, dalam RAPBN-P 2015 ini belanja kementerian/lembaga (K/L) lebih besar dari non K/L, karena penghapusan subsidi BBM tadi. Subsidi BBM tinggal Rp82 triliun, untuk solar dan elpiji, termasuk carry-over atau utang subsidi ke Pertamina Rp35 triliun. Jadi bersihnya, subsidi BBM Rp57 triliun, dari keseluruhan Rp276 triliun di APBN 2015.
----------------------------------------------------
Simak juga topik populer 2015:
1) Tren Ekspor Produk Makanan dan Minuman Indonesia Makin Positif
2) 2015: Investasi Sektor Makanan Diprediksi Tumbuh 25%
3) 2015: Prediksi Pertumbuhan Industri Minuman Capai 12%
4) Investasi Sektor Makanan Topang Pertumbuhan Industri di 2015
5) Tren Bisnis Makanan dan Minuman 2015
----------------------------------------------------
Perbedaan yang lain lagi, untuk pertama kali sejak 2005, anggaran infrastruktur dalam APBN kali ini melebihi anggaran subsidi secara umum. Jadi selama 10 tahun ini yang dominan adalah subsidi. Sekarang untuk infrastruktur naik menjadi Rp282 triliun, dari sebelumnya hanya Rp190 triliun.
Anggaran infrastruktur dialokasikan untuk kedaulatan pangan seperti pembangunan bendungan dan irigasi, maritim, pariwisata, pemenuhan kebutuhan dasar, perumahan, pengurangan kesenjangan, pengembangan wilayah perbatasan, pembangunan pasar tradisional, konektivitas, dan tambahan dana alokasi khusus (DAK) ke daerah.
Secara total, anggaran penerimaan dalam RAPBN-P 2015 adalah Rp1.769 triliun, dan angagran belanja Rp1.994 triliun. Defisitnya adalah 1,9% dari PDB, turun dari APBN 2015 yaitu 2,2%.
Secara lengkap, inilah asumsi makro dalam RAPBN-P 2015. Pertama, pertumbuhan ekonomi dipatok 5,8%. Kedua, inflasi sebesar 5%. Ketiga, nilai tukar Rp12.200 per dolar AS. Keempat, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tenor 3 bulan adalah 6,2%. Kelima, harga minyak Indonesia (ICP) sebesar 70 dolar AS/barel. Keenam, lifting minyak sebesar 849.000 barel/hari. Ketujuh, lifting gas 1,12 juta barel setara minyak per hari.
Jadi beberapa asumsi memang berbeda, dimana dalam APBN 2015, rupiah diasumsikan di angka Rp11.900 per dolar AS, inflasi 4,4%, tingkat suku bunga SPN 3 bulan 6,0%, ICP 105 dolar AS per barel, lifting minyak 900 ribu barel per hari, dan lifting gas 1.248 ribu barel per hari setara minyak.
Yang menarik, untuk asumsi pertumbuhan ekonomi 5,8%, pemerintah masih yakin bakal mampu mencapainya. Padahal sejumlah lembaga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini pada kisaran 5,0-5,5%. Suatu proyeksi yang lebih masuk akal atau realistis dengan pertimbangan bahwa pemerintahan ini masih baru dengan sebagian besar jajarannya juga belum punya banyak pengalaman di birokrasi pemerintahan.
Lebih-lebih juga terjadi perubahan nomenklatur kementerian/lembaga yang tentunya membutuhkan koordinasi dan harmonisasi langkah dan kebijakan yang lebih intensif. Maka, pembahasan draft APBNP-2015 oleh DPR harus diprioritaskan karena kaitannya dengan hubungan legislasi antara DPR dengan komisi-komisinya dengan kementerian/lembaga yang sebagian masih baru.
Dari faktor eksternal sepertinmya juga relatif belum mendukung target pertumbuhan ekonomi 5,8%. Kondisi ekonomi global yang semakin jauh dari kata aman dalam beberapa bulan terakhir menjadi potret proyeksi bagaimana ekonomi dunia akan berlangsung di tahun 2015. Setidaknya ketiga institusi internasional mengamini hal tersebut lewat analisisnya masing-masing.
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan World Economic Outlook 2015 merangkum keadaan ekonomi dalam tiga kata, yaitu warisan masalah (legacies), kondisi yang suram (clouds), dan ketidakpastian (uncertainty).
World Economic Forum melalui The Outlook on the Global Agenda 2015 memetakan sepuluh persoalan ekonomi yang dihadapi dunia. Pertama, semakin dalamnya kesenjangan antara kaya dan miskin. Kedua, kenaikan tingkat pengangguran. Ketiga, lemahnya kepemimpinan. Keempat, meningkatnya tensi persaingan kekuatan strategis dunia.
Kelima, demokrasi yang kian melemah. Keenam, peningkatan kadar polusi di negara-negara berkembang. Ketujuh, peningkatan kerawanan bencana alam akibat cuaca ekstrem. Kedelapan, meningkatnya sentimen nasional dalam pengelolaan ekonomi. Kesembilan, meningkatnya kelangkaan air bersih, dan kesepuluh pentingnya aspek kesehatan dalam penanggulangan wabah penyakit beserta dampak ekonomi yang dapat ditimbulkan.
Lebih lanjut, dalam laporan terbarunya Global Economic Prospects 2015, Bank Dunia menyatakan ada empat hal yang harus diantisipasi khususnya oleh negara-negara berkembang. Pertama, pentingnya kebijakan fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, dampak turunnya harga minyak dunia dan bagaimana negara-negara berkembang mencari celah untuk mengambil manfaat dari keadaan tersebut.
Ketiga, dampak dari turunnya perdagangan internasional akibat pemulihan ekonomi di negara-negara maju yang belum menunjukkan perbaikan. Keempat, urgensi kiriman uang para pekerja di luar negeri ke negara asalnya (remitansi) di saat lesunya penanaman modal asing.
Pandangan IMF maupun Bank Dunia bukannya tanpa bukti faktual. Kini, setelah lebih dari satu dekade perekonomian tumbuh dengan istimewa, kini negara BRIC (Brazil, Rusia, India, China) sebagai representatif kekuatan ekonomi negara berkembang dalam mengimbangi negara maju, mulai tertekan ekonominya pasca krisis finansial global sejak 2008 lalu.
Kondisi itu ditandai dengan melemahnya nilai tukar mata uang dan anjloknya ekspor kawasan Asia karena penurunan harga komoditas global. Istilah BRIC pun terancam kandas terutama jika Brasil dan Rusia tidak mampu menyehatkan perekonomiannya seiring merosotnya harga minyak dunia yang menjadi andalan kedua negara tersebut.
Lesunya pertumbuhan pasar negara berkembang dan BRIC sebenarnya merupakan anomali di tengah ekspansi ekonomi Brasil dan Rusia yang sebagian mulai pulih sehingga membantu pertumbuhan rata-rata BRIC sebesar 6% per tahun dalam satu dekade terakhir.
Melemahnya perekonomian BRIC tentu memberi efek negatif bagi Indonesia. Bahkan di tengah kemerosotan ekonomi BRIC, Indonesia berpotensi menjadi “playmaker” ekonomi di emerging economies Asia Pasifik dengan catatan pemerintah serius dan komit untuk bekerja keras, bukan hanya sekadar blusukan yang lama kelamaan tampak artifisialnya saja.
Pemerintah harus mengantisipasi segala kemungkinan gejolak ekonomi global dengan memperkokoh fundamental dan membangun kerangka kelembagaan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan. Jika tidak, maka optimisme tersebut hanya akan berupa harapan yang tak pernah kesampaian dan Indonesia akan kehilangan momentum sebagaimana beberapa kali terjadi di era pemerintahan sebelumnya karena terlalu banyak wacana mengemuka tapi tidak ada tindak lanjutnya.
Sumber : Businessnews
26 January 2015
Economy
Menimbang Asumsi APBNP 2015
Pemerintahan Joko Widodo - JK sudah membuat Rancangan APBN Perubahan (RAPBN-P) 2015, yang merupakan susunan anggaran pertama di pemerintahan ini. Tentu ada beberapa perbedaan terutama terkait dengan asumsi-asumsi makroekonomi yang dipakai. Dan untuk itu menarik untuk kita cermati lebih jauh.