26 January 2015

Melanjutkan Konsolidasi Ekonomi di 2015

Banyak pihak sudah menyampaikan pandangan bahwa Indonesia bakal menghadapi tantangan berat terkait perkembangan ekonomi global pada tahun ini. Salah satu dasarnya adalah langkah Dana Moneter Internasional (IMF) yang telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk ketiga kalinya pada 2014.

Banyak pihak sudah menyampaikan pandangan bahwa Indonesia bakal menghadapi tantangan berat terkait perkembangan ekonomi global pada tahun ini. Salah satu dasarnya adalah langkah Dana Moneter Internasional (IMF) yang telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk ketiga kalinya pada 2014.

Dalam laporan bertajuk World Economic Outlook, lembaga donor itu memangkas proyeksi pertumbuhan global menjadi 3,3% pada 2014 dari sebelumnya 3,4%. Sementara Bank Dunia lebih konservatif dengan proyeksi pertumbuhan 3,4% pada tahun ini.


Proyeksi IMF dan Bank Dunia mencerminkan optimisme lembaga donor tersebut bahwa kondisi perekonomian global tahun depan akan lebih baik dari tahun ini. Proyeksi tersebut didasarkan pada seberapa cepat negara-negara kaya akan mampu melepaskan diri dari jerat utang dan tingkat pengangguran yang tinggi selama krisis finansial global pada 2007-2009.

Terhadap ekonomi Indonesia, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia semula 5,6% kemudian direvisi ke bawah menjadi 5,3%. Untuk tahun 2014 sendiri, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia diturunkan dari 5,2% menjadi 5,1%. Faktanya, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 berkisar 5,1% saja.

Kinerja perekonomian nasional memang belum menggembirakan dalam tiga tahun terakhir ini (2012-2014). Khusus untuk 2014, hal itu tercermin dari kinerja realisasi APBN 2014. Sepanjang 2014 total sementara penerimaan negara Rp1.537,2 triliun, atau 94% dari target untuk penerimaan negara awalnya Rp1.635,4 triliun. Banyak angka yang lebih rendah dari targetnya dimana hampir semuanya dari jenis-jenis penerimaan dan terutama untuk perpajakan.


----------------------------------------------------
Simak juga topik populer 2015:

1) Tren Ekspor Produk Makanan dan Minuman Indonesia Makin Positif
2) 2015: Investasi Sektor Makanan Diprediksi Tumbuh 25%
3) 2015: Prediksi Pertumbuhan Industri Minuman Capai 12%
4) Investasi Sektor Makanan Topang Pertumbuhan Industri di 2015

5) Tren Bisnis Makanan dan Minuman 2015
----------------------------------------------------

Sudah begitu Indonesia juga masih dihadapkan pada ancaman defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan/DTB (current account deficit/CAD) masih cukup besar, yang diperkirakan belum ada perbaikan yang berarti pada tahun ini. Belum lagi laju inflasi yang ditargetkan pemerintah di kisaran 4%-5% masih dipertanyakan banyak pihak untuk mendukung  pertumbuhan ekonomi negeri ini.

Dari sisi eksternal, ekonomi Indonesia pada tahun ini masih dibayangi oleh kebijakan bank sentral AS (The Fed), yang sudah menghentikan paket stimulus pada Oktober 2014 lalu (tapering off) dan kini tengah berancang-ancang menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) sekitar semester II-2015. Kebijakan The Fed ini menjadi fokus perhatian para investor dan banyak negara, karena membaiknya perekonomian AS belakangan ini.

Situasi perekonomian global lainnya yang sangat berpengaruh terhadap Indonesia adalah melambatnya permintaan sejumlah komoditas Indonesia dari negara mitra dagang utama, seperti Tiongkok, Jepang dan Uni Eropa, sehingga berdampak pada penurunan hasil devisa ekspor (DHE) komoditas utama Indonesia antara lain batu bara, minyak sawit mentah (CPO), dan karet.

Sementara itu, harga minyak mentah yang turun drastis memberi dampak positif bagi Indonesia karena posisi Indonesia sebagai negara net oil ­importer. Tapi di sisi lain hal itu punya dampak negatif terhadap penerimaan negara yang terkait dengan minyak.


Maka, potensi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia dapat didongkrak dari level 5,1% tahun lalu menjadi 5,4%-5,8% seperti asumsi RAPBN 2015 asalkan didukung oleh peningkatan investasi dan ekspor manufaktur.

Maka dari itu, kondisi internal dan eksternal ekonomi domestik menjadi tantangan bagi pemerintahan baru. Apalagi pemerintah sudah bertekad mempermudah segala bentuk ­perizinan usaha agar iklim usaha menjadi lebih kondusif.

Dana penghematan dari subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan menjadi pendorong perekonomian Indonesia jika dialihkan untuk proyek-proyek yang ­lebih produktif. Belanja pemerintah untuk ­pembangunan ­infrastruktur juga akan membaik. Urgensi menyukseskan berbagai pembangunan infrastruktur  harus menjadi prioritas utama seluruh pemangku kepentingan, mengingat hal itu memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan kesejahteraan rakyat dan berperan penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi wilayah atau daerah.

Terbukti wilayah yang memiliki kelengkapan sistem dan tatanan infrastruktur yang berfungsi lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya mempunyai tingkat kesejahteraan rakyat dan kualitas lingkungan serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula.

Dalam konteks ekonomi, infrastruktur merupakan modal sosial masyarakat (social overhead capital) yaitu barang-barang modal esensial sebagai tempat bergantung bagi perkembangan ekonomi,  dan merupakan prasyarat agar berbagai aktivitas masyarakat dapat berlangsung.

Pembangunan infrastruktur merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar dan konsumsi akhir. Keberadaan infrastruktur memberikan gambaran tentang kemampuan berproduksi masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai apabila tidak ada ketersediaan infrastruktur yang memadai.

Dengan kata lain infrastruktur adalah basic determinant atau kunci bagi perkembangan ekonomi. Keberadaan infrastruktur, telah terbukti berperan sebagai instrumen bagi pengurangan kemiskinan, pembuka daerah terisolasi, dan mempersempit kesenjangan antarwilayah.

Dengan demikian, investasi infrastruktur baik dari pemerintah maupun swasta dan masyarakat perlu terus didorong guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor riil, penyerapan tenaga kerja guna mengurangi pengangguran dan kemiskinan, serta menumbuhkan investasi sektor lainnya. Apalagi apabila reformasi struktural di pemerintahan juga berlanjut sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkesinambungan.

Dengan demikian dapat dikatakan sesungguhnya tahun 2015 ini perekonomian Indonesia bakal membaik dari 5,1% (2014) menjadi 5,4-5,8% karena disokong oleh membaiknya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,4% (2014) menjadi 4%. ­Peningkatan ini karena membaiknya perekonomian negara-negara maju, yang menyumbang 60,8% PDB dunia, kendati tidak merata.

Amerika Serikat (AS), yang menyumbang 22,5% PDB dunia, diperkirakan tumbuh 3%, meningkat dari 1,7% (2014). Uni Eropa (di luar Inggris) menyumbang 17,2% PDB dunia, diperkirakan tumbuh 1,5 % atau meningkat dari 1,1 % (2014). Adapun Jepang menyumbang 6,6% PDB dunia, agak sedikit melambat dan diperkirakan  tumbuh hanya 1,1 %, alias turun dari 1,6 % (2014).

Pada tahun ini, Tiongkok  yang tergolong negara sedang bertumbuh menyumbang 12,7% PDB dunia, diperkirakan tumbuh 7,1%, atau turun dari 7,4% (2014). India menyumbang 2,5% PDB dunia, diperkirakan tumbuh 6,4% atau naik dari 5,4% (2014). Maka, dengan membaiknya perekonomian tersebut, seyogyanya mampu menjadikan ekonomi Indonesia membaik juga.

Jika IMF memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 5,4%, lalu Bank Dunia memperkirakan 5,8%, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan 5,2%, sementara pemerintah Indonesia dalam APBN 2015 menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,5-6,0% maka titik tengah dari proyeksi tersebut berada pada kisaran 5,4%. Sebuah angka yang cukup realistis.

Jadi, hampir semua lembaga tersebut memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit lebih tinggi dibanding 2014 yang hanya 5,1%. Sekali lagi, kebangkitan ekonomi negara-negara maju dan sebagian negara berkembang Asia, menjadikan peluang bagi Indonesia lebih terbuka. Membaiknya fundamental ekonomi Indonesia dapat membantu penguatan nilai tukar rupiah pada kisaran rata-rata Rp12.00 – Rp12.500 per dolar AS tahun ini.

Akhirnya, berbagai tantangan dan peluang pembangunan ekonomi yang dihadapi di tahun ini diharapkan dapat memacu semua pihak untuk lebih memanfaatkan momentum dan mengoptimalkan segala daya upaya dalam menjamin percepatan pembangunan infrastruktur agar dapat memacu berkembangnya sektor ekonomi produktif, guna mengatasi masalah kesenjangan serta mempercepat terwujudnya kemandirian ekonomi nasional.