30 November 2014

IICS 2014: Kopi Indonesia dan Prospek Pasar Kopi Dunia

IICS 2014: Kopi Indonesia dan Prospek Pasar Kopi Dunia
Pada 19-21 November 2014 untuk pertama kalinya Kota Banda Aceh menjadi tuan rumah digelarnya Indonesian Internasional Coffee Symposium (IICS) 2014. IICS dibuka di Hotel Hermes dan Kampus Unsyiah dengan rangkaian acara seminar, temu bisnis, kontes Kopi Aceh, dan pameran. 

Perhelatan itu dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan kopi para petani, pedagang, eksportir, pelaku industri kopi serta para peneliti dan akademisi yang melakukan riset dan pengembangan mengenai teknologi perkopian.


IICS merupakan agenda rutin yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali, yang sebelumnya bernama Simposium Kopi. Kegiatan ini sudah dimulai sejak tahun 1982 sebagai simposium kopi yang pertama. Nama IICS ini baru pertama kali digunakan pada penyelenggaraan di Kota Banda Aceh. Tentu dengan harapan kegiatan ilmiah ini akan semakin luas jangkauannya dan lebih dikenal oleh para pemangku kepentingan kopi internasional dan dapat mendukung terwujudnya visi Indonesia sebagai penghasil kopi utama dunia. Indonesia merupakan penghasil kopi dengan beragam variasi mutu yang sangat khas sehingga produk kopi dikenal luas oleh konsumen kopi dunia.

IICS ini terselenggaran berkat kerjasama antara Direktorat Jenderal Perkebunan-Kementerian Pertanian, Pemerintah Aceh, Universitas Syiah Kuala dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. IICS 2014 kali ini mengambil tema “Penguatan Peran Strategis Kopi Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Regional Asia-Pasifik Secara Berkelanjutan” dengan harapan agar kontribusi komoditas kopi terhadap perekonomian domestik maupun regional dan nasional akan bertambah besar.

Pada simposium ini panitia mendatangkan narasumber dari dalam maupuan luar negeri yang sang sangat kompeten tentang perkopian, yaitu Mr. Mauticioo Galindo dari International Coffee Oganization (ICO), Dr. Jeff Neilson dari Sydney University, Mr. Matt Ross dari Sejahtera Coffee Harrosds London, serta Dr. Nguyen Van Toan dari Northern Mountainous Agriculture and Forestry Science Institute Vietnam, Arif Havas Oegroseno, Dubes RI untuk Belgia,  Ir.Azwar AB, Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Kementan, Prof. Dr. Bustanul Arifin Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Ir.Nasaruddin, MM, Bupati Aceh  Tengah, Ir.T.Thurmizi,M.Si Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Aceh, Dr. Pujiyanto Puslitkoka dan beberapa nara sumber lainnya.

Simposisum ini sekaligus mensosialisasikan capaian hasil-hasil riset terkini terkait agribisnis kopi dan program kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam pengembangan kopi nasional dan dengan acara ekspo dan temu bisnis juga diharapkan dapat terjalin kemitraan antara produsen dengan eksportir.

Dari paparan nara sumber disampaikam bahwa masih banyak permasalahan kopi Indonesia  antara lain  sebagian besar tanaman kopi di Indonesia (lebih dari 60%) tergolong tua dengan umur lebih dari 20 tahun sehingga ditengarai merupakan salah satu penyebab rendahnya realisasi produksi. 

Oleh karena itu upaya peremajaan menggunakan bahan tanam unggul merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi. Untuk itu, diperlukukan dukungan sumber bahan tanam unggul termasuk penyediaan kebun induk yang mencukupi bagi kebutuhan nasional. Produktivitas kopi Indonesia baik kopi Arabika maupun kopi Robusta juga masih tergolong sangat rendah yaitu hanya 25–35% dari potensi bahan tanamnya.

Di lain pihak produktivitas kopi di negara-negara pesaing utama di Vietnam dan Brasil sudah jauh lebih tinggi, oleh karena itu upaya peningkatan produktivitas kopi Indonesia perlu diupayakan terus menerus melalui upaya sinergis dan terintegrasi dari semua aspek yang melibatkan semua pemangku kepentingan perkopian nasional. Selain itu permasalahan di tingkat petani bahwa keuntungan agribisnis kopi belum banyak diterima oleh petani, keuantungan lebih besar dinikmati oleh pedagang dan untuk meningkatkan kualitas biji kopi petani perlu bantuan alat pasca panen.

Mr. Mauticioo Galindo (ICO) menyampaikan bahwa prospek kopi dunia masih cerah karena adanya pertumbuhan permintaan yang tinggi 2,5% sampai 3% sedangkan pertumbuhan produksi tidak sebanding dengan permintaan sehingga ratio stock/use terus menurun dan dikawatirkan akan tinggal 3 bulan stock. Pertumbuhan permintaan akibat tingginya pertumbuhan konsumsi di negara produsen dan negara-negara pasar baru serta perubahan persepsi manfaat kopi bagi kesehatan.

Menanggapi permasalahan tersebut pemerintah provinsi Aceh dan kabupaten sentra produksi kopi berkomitmen untuk terus mengembangkan Arabika mengingat selama ini kopi Arabika merupakan sumber pendapatan utama yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi di daerah penghasil.

Saat ini dan dalam masa yang akan datang pemerintah akan terus mengembangkan kopi arabika serta peningkatan produktivitas. Untuk kopi robusta akan dilakukan upaya peningkatan produktivitas melalui rehabilitasi dan peremajaan serta intensifikasi.


Selain itu pengembangan pasar kopi melalui pembentukan brand untuk memeperoleh harga yang lebih tinggi perlu terus dikembangkan, termasuk brand kopi luwak, kopi sustainable dengan beberapa macam sertifikasi seperti organic, fairtrade, ranforest, dan lain-lain.

Pengembangan pasar kopi arabika ke Eropa perlu terus dilakukan untuk memperluas pasar kopi arabika yang selama ini banyak dilakukan ke Amerika. Peluang pasar Eropa sangat besar karena Uni eropa membeli kopi 50% dari kopi yang diperdagangkan dunia.

Dalam mendukung pengembangan kopi Indonesia dukungan teknologi hasil riset di lembaga riset komoditas maupun universitas telah cukup tersedia untuk diaplikasikan dalam mendukung tercapainya peningkatan produktivitas hingga 1 ton atau lebih, antara lain bahan tanam unggul, pengendalian organisme pengganggu tanaman yang ramah lingkungan, pemanfaatan nilai tambah kebun melalui diversifikasi, pemanfaatan bahan organik untuk menjaga kesuburan tanah, serta pengembangan industri hilir skala kecil dan menengah.