26 December 2014

,

Industri Food and Drink Targetkan Pertumbuhan Investasi

Dengan asumsi pertumbuhan 8 persen pada tahun mendatang, sektor industri makanan dan minuman bisa menyerap tenaga kerja hingga 280 ribu orang. Syaratnya, ada perbaikan infrastruktur. Kalangan pengusaha makanan dan minuman (Mamin) memproyeksikan pertumbuhan investasi di industri ini sebesar 8 persen pada 2015. Target yang cukup konservatif di tengah stabilnya pertumbuhan sektor-sektor industri makanan dan minuman besar seperti mie instan dan minuman berkarbornasi.

Industri Makanandan Minuman Targetkan Pertumbuhan Investasi
Dengan asumsi pertumbuhan 8 persen pada tahun mendatang, sektor industri makanan dan minuman bisa menyerap tenaga kerja hingga 280 ribu orang. Syaratnya, ada perbaikan infrastruktur.

Kalangan pengusaha makanan dan minuman (Mamin) memproyeksikan pertumbuhan investasi di industri ini sebesar 8 persen pada 2015. Target yang cukup konservatif di tengah stabilnya pertumbuhan sektor-sektor industri makanan dan minuman besar seperti mie instan dan minuman berkarbornasi.


Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Rahmat Hidayat mengatakan, nilai investasi 2014 di sektor usaha ini adalah Rp 40-an triliun. Tahun mendatang diproyeksikan mencapai Rp 50 triliun.

“Investasi asing diperkirakan masih akan mendominasi sebesar 60 persen, sementara sisanya 40 persen investasi dari lokal,” kata Rahmat Hidayat, di Jakarta, Rabu 24 Desember 2014.

GAPMMI menilai, investor asing tetap akan menguasai penanaman modal di sektor usaha makanan dan minuman lantaran mendapat dukungan finansial yang kuat, pemasaran yang profesional, serta jejaring lintas negara. Berbeda dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN).

“Kalau PMDN kan tahu, kendala kita financial support dalam negeri. Biaya modal tinggi. Coba suku bunga kredit berapa? Kalau pinjam dari luar itu, suku bunganya rendah,” lanjut Rahmat.

GAPMMI juga memperkirakan perusahaan makanan dan minuman asal Jepang terus bergerak membanjiri pasar Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian Perindustrian, sedikitnya 10 perusahaan makanan dan minuman asal Jepang yang sudah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di Indonesia.

Di antaranya Suntory, Asahi, Glico, Morinaga, Ito En, UHA, Mitsubishi, Yamazaki, dan Kanematsu. Nantinya, perusahaan ini akan menggandeng perusahaan makanan dan minuman dalam negeri, seperti Kino Group, PT Garudafood Putra Putri Jaya, PT Ultrajaya Milk Industy & Trading Company Tbk (UTLJ) serta Alfamart Group.

Menyerap tenaga kerja

Sampai kini, jumlah tenaga kerja langsung di sektor makanan dan minuman tercatat mencapai 3,5 juta orang. Dengan asumsi pertumbuhan 8 persen pada tahun mendatang, sektor industri ini bisa menyerap tenaga kerja sedikitnya 280 ribu orang.

“Jumlah penyerapan tenaga kerja itu belum termasuk tenaga kerja tidak langsungnya. Tiap kali ada satu pabrik berdiri, mereka butuh supplier, ke hilirnya dia butuh distributor, dan itu butuh tenaga kerja. Terus akan memicu retailer (penjual pengecer-red),” kata Rahmat.

Di sisi lain, kata Rahmat, juga mendorong pemerintah agar menggenjot pembangunan infrastruktur berupa jalan. Selama ini keterbatasan infrastruktur untuk distribusi makanan dan minuman dari hulu hingga hilir mengakibatkan harga produk meningkat.

“Ketika ada pembukaan pabrik di Sumatera Barat, tapi infrastrukturnya berantakan, terpaksa suplainya diambil dari Sumatera Utara. Tapi ketika terjadi perbaikan infrastruktur, tak perlu lagi seperti itu. Dengan demikian, harga produk bisa ditekan 30-40 persen di tingkat masyarakat,” katanya.
.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berjanji akan mendorong kementerian terkait untuk memetakan kembali kebutuhan infrastruktur untuk usaha makanan dan minuman.


“BKPM akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memetakan masalah dan memecahkan masalahnya. Jika masalahnya selesai akan menyehatkan iklim investasi,” kata Deputi Promosi BKPM Himawan Hariyoga di kantornya.

Consumedia Indonesia